Wednesday, June 25, 2008

Demo Mahasiswa kok Anarkis?

Kenapa sih negeri ini identik dengan kekerasan? Cape deh denger berita tentang kekerasan di sana-sini. Belum lama kita denger soal kekerasan waktu demo naiknya harga BBM antara Mahasiswa Unas dengan polisi. Dilanjutkan dengan insiden Monas 1 Juni antara kelompok AKKBB. Kemudian kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran yang menyebabkan tewasnya satu siswa. Terakhir, demo tentang tewasnya mahasiswa UNAS, Maftuh Fauzi, dan penolakan kenaikan harga BBM di Senayan, kemarin.
Khusus yang terakhir itu, waktu gw liat beritanya di TV, gw merasa, ironis sekali ya. Bagaimana demo yang katanya diorganisir oleh kelompok mahasiswa, bisa berakhir dengan aksi anarkis. Katanya mahasiswa, kok ngerusak fasilitas umum? Moso mahasiswa yang katanya berpendidikan ga ada bedanya dengan preman?

Mungkin benar mereka marah dengan polisi, tapi masa mobil operasional polisi yang notabene dibayar oleh uang rakyat, dirusak. Mungkin benar mereka marah dengan DPR karena tidak menolak kenaikan harga BBM, tapi moso pager gedung DPR, yang juga dibikin pake uang rakyat, diancurin. Mungkin mereka bener marah sama pemerintah yang sewenang2 menaikkan harga BBM, tapi ya masa setiap mobil berplat merah yang melintas lantas dicegat, dirusak, dan dibakar. Trus, yang gw bingung kenapa mereka juga ngerusak pagar jalan tol, memblokade jalan tol, menyuruh setiap kendaraan putar balik. Yang pake jalan kan rakyat. Apa salah rakyat?


Semangat yang diusung mahasiswa “membela kepentingan rakyat” memang bagus. Tapi, kenapa cara2 yang mereka lakukan tidak simpatik ya, malah terkesan merugikan rakyat? Kenapa pula harus memblokade jalan2 protokol, bakar2 ban di tengah jalan, yang akhirnya membuat jalanan macet berkilo-kilo meter. Kenapa sih engga demo damai aja, misalnya orasi di kampus. Kalau takut ga didenger ya undang pers dong. Kan jadi ketauan ke seantero Indonesia termasuk para pejabat tuh. Ga perlu berbuat sesuatu yang anarkis hanya supaya aspirasinya didenger kan…

Kalau gw bandingin dengan demo mahasiswa tahun 1998 lalu, demo mahasiswa kali ini berbeda jauh sekali. Kalo pada 1998, mahasiswa menggunakan cara2 intelektual, sesuai dengan porsi mereka sebagai MAHA SISWA, untuk menyampaikan aspirasinya, mahasiswa sekarang lebih memilih berbuat anarkis. Lantas, dulu juga kan seringkali ada perbuatan anarkis? Kalo menurut gw, itu bukanlah mahasiswa, tapi dilakukan oleh orang2 yang memanfaatkan demo mahasiswa. Kalo aksi mahasiswa sendiri terkesan damai kok. Malah ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, semua mahasiswa sedang ‘duduk tenang’ di gedung DPR, ga ikut2an aksi anarkis. Meski pada akhirnya terjadi bentrokan dengan polisi, yak arena jaman itu polisi memang bersikap sangat represif. Kalau sekarang, gw pikir polisi tidak serepresif itu lagi kalo menghadapi pendemo. Meski belum banyak berubah, tapi jaman sudah berbeda cing! Sekarang, orang2 yang berbuat anarkis tidak malu2 memakai jaket almamater yang menandakan kalo mereka mahasiswa. Mahasiswa sekarang tak segan2 lempar batu ke polisi yang tengah berdiri tenang. Polisi juga manusia, kalo keseringan ditimpukin ya akhirnya mereka
nimpukin balik dong.




Memang, menurut sejarah negeri, mahasiswalah yang selalu menghentikan kesewenang2an pemerintah. Namun, tidak adakah cara yang lebih intelektual untuk menyampaikan aspirasi selain merusak fasilitas umum. Katanya mau membela rakyat, kok malah merugikan rakyat sih? C’mon, u r MAHA SISWA, orang2 yang berada dalam tataran tertinggi dalam struktur orang2 yang mengenyam pendidikan.

No comments: