Wednesday, November 14, 2007

ibu rumah tangga dan wanita bekerja

"Ga bawa makan? kok beli mulu. Bawa dari rumah dong, masak sendiri. jadi ga boros. Ga pernah masakkin suami ya?"
"Gue kan bukan pegawai rumah tangga tapi seorang pegawai di kantor media massa"

Itu sepenggal obrolan gue sama rekan kerja yang berkelamin laki-laki di kantor. Sebel dengernya. Usil banget, so what kalo gue jarang masak di rumah. so what kalo gue ga pernah masakin suami. so what kalo gue boros. Suami gue aja ga pernah protes.

Sebetulnya, perdebatan antara ibu rumah tangga dan wanita bekerja sudah berlangsung lama dan akhirnya jadi klise. Kalo buat gue, ibu rumah tangga dan wanita bekerja sama-sama wanita karir. seorang ibu rumah tangga seperti halnya wanita bekerja sama-sama seorang karyawan. Hanya tempat bekerjanya saja yang beda. Siapa bilang jadi ibu rumah tangga engga cape, engga repot, engga banyak kerjaan. salah besar jika beranggapan begitu. Gue aja yang hanya jadi ibu rumah tangga pada saat wiken doang ngerasa kalo kerjaan di rumah itu jauh lebih berat daripada di kantor.

Menurut gue, seorang wanita menikah itu memang lebih baik bekerja. Selain dapat membantu perekonomian keluarga dan tidak terlalu bergantung pada penghasilan suami, bekerja adalah tempat kita mengaktualisasikan diri, menambah pengetahuan, serta bersosialisasi. Tapi, bukan berarti hanya menjadi ibu rumah tangga itu kuper dan bodoh. engga juga. Jadi ibu rumah tangga harus pinterlah, secara ngurus keuangan, anak, suami, dan rumah itu membutuhkan fungsi otak kiri dan kanan. Namun, Gue ngerasa wanita yang bekerja dan ketemu banyak orang dalam kegiatan bekerjanya pasti akan lebih luas dalam hal wawasan, pengetahuan dan pergaulan.

Menjadi wanita bekerja tidak bisa sekaligus menjadi ibu rumah tangga sejati (kecuali wanita itu bekerja sebagai PNS). Ada hal-hal yang mesti dikorbankan. Misalnya, tidak bisa full mengurusi suami dan anak. Karena sebagian besar dari waktunya dihabiskan di kantor. Dia tidak bisa setiap hari membersihkan rumah, dia tidak bisa memasak setiap hari dia tidak bisa menyuci dan menyetrika baju setiap hari. Gue ngerasain itu setiap hari. Terkadang, sebagai seorang wanita gue sedih juga ngeliat rumah berantakan, cucian numpuk, suami cuma makan masakan warung setiap hari (paling banter masak sarapan). Tapi, apa daya, gue dah cape di kantor, gue gak punya tenaga lagi buat jadi ibu rumah tangga. Gue juga ingin ngeliat rumah rapi dan bersih, memasak buat suami, menunggu suami pulang dengan keadaan bersih dan wangi (gak seperti sekarang. pulangnya barengan, sama-sama bau keringat). Nah, biasanya, kekurangan itu gue tebus di wiken.

"Tapi, kewajiban seorang istri 'kan melayani suami? " ujar seorang pria yang arogan. kalau begitu jangan biarkan istri bekerja. kalau soal kewajiban, kewajiban seorang suami memberi nafkah kepada keluarga, sedangkan istri hanya tinggal menadahkan tangan. Namun, pertanyaanya, apakah jika istri tidak bekerja semua kebutuhan rumah tangga sudah bisa tercukupi? Kayaknya dah ga jaman deh membeda-bedakan yang mana hak dan yang mana kewajiban dari seorang suami. Yang ada sekarang adalah bekerja sama dan saling membantu. Sang suami membantu kewajiban sang istri, sang istri membantu kewajiban sang suami.

Sebetulnya, memang benar kewajiban seorang istri itu melayani suami dan mengurus rumah. Itu sesuai dengan kodrat dan yang tertulis di Alquran (khususnya ttg melayani suami adalah ibabah). Bagi wanita bekerja, kita bisa memindahkan kewajiban itu dengan menggaji seorang pembantu. Dengan syarat, uang yang dikeluarkan untuk membayar pembantu berasal dari gaji kita. Jadi, sama-sama enakkan?

Ada seorang ibu yang bijak berkata pada anaknya,"Jika nanti kau punya istri. Dan, istrimu bekerja, jangan sekali-kali meminta dibuat kopi olehnya. Sebab, itu bukanlah pekerjaan dia. pekerjaan dia adalah seorang pegawai di kantornya."

Kalimat di atas sungguh mengajarkan agar seorang suami yang memiliki istri bekerja tidak boleh menuntut untuk dilayani 100% (gue pikir sih kalo cuma dibuatkan kopi, ga papa. hehe..). Seorang suami harus siap bahwa sang istri tidak bisa mengurusi 100%, tidak boleh berharap kalau pulang kerja makanan sudah tersedia di meja makan, tidak bisa menginginkan rumah bersih dan rapi setiap hari. Keuntungan yang diperolehnya, perekonomian keluarga bisa terbantu. Bukankah begitu?

Jadi, jangan sampe ada yang suami yang mengijinkan istrinya bekerja tapi meminta ia sekaligus berperan sebagai ibu rumah tangga. Itu sih namanya menindas. Dia pikir istrinya itu robot dan bukan manusia yang memiliki keterbatasan. Seharusnya, malah suami ikut membantu pekerjaan rumah. Hidup wanita bekerja!!!

No comments: