Wednesday, April 11, 2007

Smakkelijk Eten in Buitenzorg

Ruang makan yang menempati sebuah rumah kolonial di daerah elit kota Bogor ini ditata apik. Makanan yang disajikan pun bergaya kolonial Belanda, dari biefstuk, huzarensla, hingga kippei pastei. Kami pun bersantap dengan pelayanan ramah bagai meneer dan mevrouw!.
Belakangan ini Bogor memang mencatat perkembangan pesat di bidang kuliner. Mungkin karena bersaing dengan Bandung yang sudah makin dekat jaraknya dengan Jakarta. Gara-gara mampir di Pia Apple Pie yang ada di Jalan Pangrango sekadar untuk membeli seiris pie, tiba-tiba kami melihat sebuah rumah kolonial dengan lampu hias berkedip-kedip.
Pada banner yang ada di luar resto tertulis 'Met Liefde'- The old fashion way to treat your tongue. Ini dia! Karena menyandang nama Belanda, 'met liefde' yang artinya 'dengan cinta' kami yakin pastilah resto ini menawarkan makanan kolonial yang jarang ada di kota Bogor.
Dari depan, rumah kolonial yang dipakai sebagai resto ini terlihat ditata apik. Di bagian kiri, dilengkapi dengan kursi dan meja kayu dengan juntaian kain cokelat di atapnya sehingga bersuasana temaram. Sementara ruang utama terletak meja panjang, dan di ruang tamupun ditata beberapa kursi kayu jati. Tatanan ruang yang bersuasana rumah 'tempo doeloe' ini membuat kami merasa nyaman. Seolah kembali ke rumah nenek! Kamipun memutuskan duduk di sayap kiri bangunan belakang, tak jauh dari oven pizza.
Seperti dugaan kami, resto ini memang menawarkan hidangan Belanda atau kolonial. Tak berlebihan karena di jaman Belanda Bogor yang dikenal sebagai 'Buitenzorg' ini banyak dihuni oleh kaum elit Belanda terutama karena udaranya yang sejuk.
Di daftar menu tercantum Huzarensla, selada gaya Belanda, Erwten Soep alias sup kacang polong dan berbagai jenis sup kental lainnya. Untuk hidangan utama khas Belanda ada Met Liefde Fried Rice, Kippei Pastei, Sausage Met Liefde, Spiral Sausage, dan Spaghetti dan Fettucine Met Liefde. Pelayan membujuk kami untuk mencicipi hidangan Italia, aneka pasta dan pizza (yang dipanggang dengan tungku khusus), tetapi kami menolak. Rasanya lebih pas jika suasana kolonial dinikmati dengan huzarensla, Biefstuk tempo Doeloe dan Met Liefde Fried Rice.
Semangkuk huzarensla disajikan dalam piring cekung dengan alas lettuce. Warna ungu dari sausnya membuat bahan-bahan selada (mentimun, wortel, kentang, telur, bit dan nanas) nyaris tak terlihat. Saat menyentuh lidah, rasa sausnya lembut gurih dengan jejak rasa asam dan manis yang tak terlalu kuat. Hanya sayang dressing yang enak ini terlalu over sehingga agak terasa eneg. Coba saja dikurangi sedikit pasti rasanya lebih segar dan enak.
Tak berapa lama, biefstuk tempo doeloe pun berdesis disajikan di atas hot plate tanpa saus. Sepotong daging sapi berlumuran bumbu berwarna cokelat, dilengkapi setup buncis, wortel, jagung manis dan kentang goreng.
Pengolahan biefstuk gaya Belanda yang memakai cara direndam bumbu memang terbukti saat kami menggigit sepotong biefsteik ini. Tak ada rasa manis yang kuat dan sedikit lelehan mentega di sela-sela bumbu membuat biefstuk ini enak. Sayang sekali pada potongan ketiga, kami merasa bahwa daging sudah menjadi lebih kering dan liat (mungkin karena proses pemanasan dari hot plate).
Nasi goreng yang merupakan makanan lokal disajikan dengan sentuhan kolonial. Nasi dicetak dalam mangkuk lalu dibalut telur dadar dan disajikan dengan acar dan satai sapi. Nasi goreng versi putih dengan campuran kacang polong, wortel dan daging ayam tampil dengan rasa gurih yang seimbang. Sayang sekali kami hanya bisa mengakhir makan malam dengan segelas Sereh Ice Tea. Padahal, kami tergiur dengan Kippei Pastei dan Sausage Met Liefde yang dilengkapi dengan kentang dan keju berlelehan.
Sebelum pulang, kamipun menyempatkan diri melihat-lihat foto keluarga Moehede pemilik resto ini (termasuk Frans Moehede - Frans Lingua yang keren itu). Semua foto dilengkapi caption singkat tentang peristiwa dalam foto tersebut dan ditata apik di ruang tengah (ruang keluarga). Hampir semua furnitur dan barang-barang 'tempo doeloe' masih terawat bagus, mulai dari meja rias, meja panjang, meja kursi tamu, berbagai guci, hingga hiasan keramik dan tembaga. Agaknya nuasana kekeluargaan memang ingin ditonjolkan oleh pengelola resto ini. Malam makin larut, dan ...we moeten naar huis! Kami berjanji untuk mampir kembali lain kali, mencicipi sosis panggang yang erg lekker itu.
Met LiefdeJalan Pangrango No.16Telpon: 0251-338-909Jam Buka: 10.00 - 22.00 WIBHarga : Makanan Rp.16.000,00 - Rp.37.000,00 per porsi; minuman mulai Rp. 7.000,00

No comments: