Wednesday, December 26, 2007

Cinta beda agama

Sekarang ini, banyak sekali fenomena jatuh cinta kepada seseorang yang beda agama alias beda keyakinan. kenapa gue bilang fenomena? soalnya, skg ini banyak sekali kalangan selebritis yang memang menikah dgn orang yang beda keyakinan dengan dirinya. Nah, karena para seleb itu public figur maka pernikahan beda agama ini dianggap sesuatu yang wajar di masyarakat kita yang memang beragam ini. Lantas bagaimana dengan pemerintah? Gue rasa pemerintah belum merasa seperti itu. Buktinya, pernikahan beda agama tidak bisa dicatatkan di catatan sipil. Artinya, orang yang beda agama tidak boleh terikat di sebuah lembaga pernikahan.

Kalo gue sih ga masalah sama orang2 yang pacaran or menikah dengan orang yang beda keyakinan. Itu pilihan, dan sudah masuk ke private issue (tidak boleh dicampuri). Tapi, yg jadi masalah adalah kalo orang yang jatuh cintanya itu ragu2. Mereka sebetulnya tidak mau memiliki pasangan yang beda keyakinan, tapi mereka jatuh cinta sama orang yang beda keyakinan. Jadi, mo putus tapi dah terlanjur sayang. Kalo ga putus, gimana dooonggggg. Fuihhhh... bingung deeehhhh.

"Tapi, gue sayang banget. Gue kangen banget, gue butuh dia, gue harus denger suara dia"
"lu mau nikah ama dia? Lu mau pernikahan lu dilandasi oleh dua keyakinan?"
"Engga"
"Lantas, lu mau pindah agama?"
"Engga"
"So, mau lu apaaaaaaaa....."
"Ga tau....."

Menurut gw kalo dah terlanjur cinta sama sso yang beda agama, kita harus bisa mengambil keputusan dan berkomitmen dengan keputusan itu. Muara sebuah hubungan itu pernikahan. Jadi, putuskan kita mau menikah dengan dia atau tidak (untuk yg sudah berusia pantas menikah). Kalau kira-kira hub itu tidak bisa ke mana-mana karena tidak bisa hidup dengan suami/istri yang beda agama, ya putuskan saja biarpun sayang banget. Percuma dan buang2 waktu kalau diteruskan. Stick with it, jangan ditengah jalan karena rasa kangen yang membludak lantas ketemuan or telp2an lagi. Memang sulit melupakan sso yang kita cintai. Memang sakit rasanya. Tapi, itulah risiko dari keputusan kita. Nikmatin aja rasa sakitnya dan berkomitmen pada keputusan.

Tapi, kalo kita memang dah ngerasa ga bisa idup tanpa orang itu. Dan, kita yakin bahwa cinta yang dimiliki mampu melwan batasan yang ada. Ya sudah, pilihlah dia dengan segala risiko dan konsekuensinya. Risiko yang bisa timbul seperti peperangan dengan keluarga (biasanya ortu ga setuju), kita harus memiliki rasa pengertian dan toleransi yang berlebih, kita harus mau melaksanakan ibadah sendiri tanpa didampingi orang tercinta, pikirkan juga ( kalau sampai ke jenjang pernikahan) cara mendidik anak-anak, dll.

Jangan, berdiri di posisi abu-abu. Putus ga bisa, ga putus juga ga bisa. Putuskan satu pilihan dan terima pilihan itu dengan segala risiko dan konsekuensinya.

Busway lagi

Barusan baca detikforum. Ada pembahasan tentang busway. Di forum itu ada yang pro dan kontra, lebih banyak yang kontra sebenernya. Memang sih di belakang pembangunan Trans Jakarta banyak skandalnya. ga usah gw sebutin juga dah pada tau kali ye.

Sesungguhnya niat pemprov DKI bangun Trans Jakarta oke lohhh. Yakni, mencari alternatif transportasi umum yang aman, nyaman, cepat dan terjangkau. Gw sendiri secara pribadi seneng kalo naek busway mesti harus berdiri, dibanding gue harus naek metromini ato bus patas yang meskipun ber AC tetep bau solar n bau keringet. Tapi, memang rencana ini tidak disusun dengan matang. Jadi, banyak muncul gesekan antara kepentingan-kepentingan. Misalnya, sebelum jalur busway dibangun, jalannya dilebarin dulu. Ato jalan yg memang ga bisa dilebarin, ya jangan bikin jalur di situ. Terus, sebelum pembangunan dijalankan sosialisasikan dulu kepada masyarakat. Jangan maen patok2 aja, namanya juga jalan umum. Kemudian, reorganisasi lagi perusahaan tranportasi umum di Jakarta, entah itu Kopaja, Metromini, Patas, dll (misalnya dilakukan merger diantara perusahaan-perusahaan itu). Supaya kendaraan umum yang hadir di Jakarta tidak nambah banyak. Di situ ada jalur busway, di situ pula banyak bus-bus laen. Menurut gw sih percuma, malah nambah volume kendaraan aja.

Tapi, kalau ingin membuat Jakarta bebas macet seperti di Malaysia atau Singapura, jangan hanya dibebankan pada pemerintah doang. Akuin aja, supir2 di sini kan rata-rata tidak mematuhi peraturan. Itu juga yang mesti diberesin. Mungkin SIM jangan terlalu gampang dikeluarkan kaya sekarang. Hanya orang2 yang kira2 bakal menataati peraturan aja yang dikasih SIM. Kemudian, seperti yang kita tahu, biang kerok kemacetan ini adalah volume kendaraan yang sudah tidak memungkinkan ditampung oleh luasnya jalanan di Ibukota ini. So, sebetulnya, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kendaraannya yang harus dikurangi. Gimana caranya tergantung sama pemerintah.

Sayangnya, masih banyak orang yang gengsi kalo naek angkutan umum. Ga usah ngomongin level direktur or pejabat deh. Memang kalo para pejabat pemda itu mau menyontohkan brangkat ke kantor naek busway, akan lebih baik. Tapi, toh level mereka pejabat yang notabene dikasih fasilitas mobil. Yg gw sayangkan, makin banyak orang Jakarta yang lebih seneng naek mobil pribadi meskipun kena macet. Bayangkan saja sekarang anak SMA pun ikut-ikutan bawa mobil sendiri. ck..ck..ck. Kalau satu keluarga, cuma bapaknya doang yg bawa mobil, sementara anak2nya pake transportasi umum, berapa banyak jumlah mobil yang bisa dikurangi.

Orang-orang itu biasanya lebih memilih bermacet2 ria dan tua di jalan asal di dalem mobilnya sendiri dengan penuh kenyamanan. Harus diakui, busway memang belum sempurna, but menurut gw kalo masyarakat sadar dan mau menggunakan transportasi umum, fasilitas busway MUNGKIN akan lebih disempurnakan lagi. Gue pernah denger ada temen yang ngomong, "Masa dah pake dasi n bawa laptop naek busway. Yang bener aja!" Nah, mental orang2 seperti inilah yang harus diperbaiki. Gengsi mereka terlalu besar untuk naek transportasi umum. Banyak orang yang merasa lebih keren kalo bawa mobil. Gue sering liat kok ada orang pake dasi n bawa laptop naek busway di daerah Sudirman-Thamrin-Kuningan. Tapi, itu memang pilihan orang sih. Kita tidak bisa memaksa. Mungkin memang mobil pribadi jauh lebih nyaman dibanding transportasi umum, meskipun transportasi umumnya dibuat senyaman mungkin. Yah yang pasti, memang dibutuhkan kerja keras n kesadaran dari berbagai pihak untuk mewujudkan Jakarta bebas macet

gila kerja...

hari ini cape banget. badan kayaknya ringsek padahal gw ga ngapa2in. Cuma ngerjain newsletter yang cuma ngedit2 tulisan dr koran aja, selebihnya chat n browsing. Tapi entah kenapa badan kayaknya super lelah. Mungkin karena PMS juga. Gw dah ngerasain ga enak sejak minggu lalu, tapi ampe hari ini si 'tamu bulanan' blom dateng juga. Mana nanti ga ada yg jemput karena suami ke Batam 2 hari. huhuhu....

Ngomong-ngomong soal suami, gw tuh lagi bingung sama kebiasaan suami yg gila kerja. Bukannya kenapa2, gw ngerasa ga adil buat suami gw karena dibanding sama pegawai2 yg lain kayaknya dia 24/7 stand by buat kantor. Gw kadang mikir apakah gw yg egois krn suami sibuk mulu di luar rumah? ato memang gw bener2 memikirkan suami gw?

gw dah pernah ngebahas hal ini sama suami. hasilnya malah berantem. gw cuma pengen dia kerja sesuai porsinya saja, toh ga berlebihan. kalo sbg staf marketing, ya bekerjalah sebagai staf marketing ga usah merangkap jadi teknisi, kurir, ampe supir segala (kayaknya kalo ngerti keuangan n admin juga bakal diberdayakan di situ). gw kadang melihat suami gw 'terlalu' diberdayakan sama kantornya. Gw rasa mungkin karena suami gw ga bisa nolak kalau disuruh so jadi sedikit 'dimanfaatkan' oleh orang2 di kantornya. Dulu waktu pacaran gw sempet shock dia ga dikasih uang pulsa padahal kerjaannya sebagai marketing yang pasti sering keluar2 kantor. Setelah merit, gw semakin melihat ketidakadilan yang sangat jelas. Apalagi kalo dibandingin sama orang yang jobdesk-nya sama dia. Gw dulu berpikir karena rumah yg deket ama kantor jadi gampang ditelp n dimintain tolong. tapi lama-lama gw berpikir emang suami gw aja yg mau.

kenapa tadi gw bilang 'terlalu' diberdayakan? sebab, penghargaan yg diterima tidak sebanding dengan apa yang dilakukan. memang sih kantornya termasuk perusahaan yang tengah berkembang, jadi belum mapan banget. manajemennya masih sangat2 kekeluargaan. suami gw pun menganggap bosnya sebagai ortu. mungkin itu sebabnya dia ga pernah perhitungan sama kerjaan.

gw tidak mempersepsikan penghargaan dengan materi. gw cuma melihat kalo sso menghargai kemampuan dan keahlian orang lain, tidak mungkin orang itu diminta menjadi supir. iya ga sih? ato contoh simple, kalo hp rusak (hp suami sempet 'sakit parah') ya dibeliin yg baru setidaknya disubsidilah. jadi bukan hp gw yang dipake selama seminggu lebih. ato, karena si bos ini jatuh sakit, terus semua kerjaan dihandle suami gw, alhasil suami gw bener2 kerja lembur, setidaknya dikasih somethinglah, minimal uang OT.

gw tidak bilang kalo bos suami gw ini orang jahat. sebagai seorang bos, sebenernya wajar aja dia bersikap begitu. yang bikin gw ga ngerti ya suami gw. dia tidak merasa 'terlalu diberdayakan', merasa semuanya wajar. dia bilang, dia ingin tumbuh, berkembang dan kuat bersama perusahaan ini. makanya dia ga mau pindah ke tempat lain yang sudah mapan. padahal, secara potensi dia bisa. gw hanya khawatir kalau kayak gini terus, masa depan keluarga yg akan gw bangun sama dia, secara materi, tidak bisa terwujud. secara gw belum bisa melihat prospek perusahaan ini dijangka panjang. gw khawatir, bos suami gw terlalu keenakan, sehingga lupa untuk mengapresiasi kerja keras pegawainya. entahlah, mungkin gw terlalu berlebihan...

Tuesday, December 25, 2007

Restrukturisasi

Tanggal 19 Desember kemaren, tepat pada saat malam takbiran Idul Adha, seluruh karyawan InfoBank 'digiring' ke Restauran Danau Sunter. Ada apa gerangan? Di sana, diadakan acara pemaparan dari bapak Handoko, konsultan SDM, mengenai manajemen SDM InfoBank.
Setelah dijelaskan kalau rata2 dari pegawai InfoBank itu banyak mengeluh mengenai penerapan manajemen SDM di media yg sudah berumur 28 tahun itu (kecuali m.topik kali ye yg ga ngeluh), Handoko menyimpulkan harus dilakukan RESTRUKRUSASI MENYELURUH kalo InfoBank ingin survive. Yang paling sering keluar adalah keluhan ttg prosedur kerja, standar gaji, kesejahteraan pegawai, serta reward and punishment.
Dengan semangat menuju perubahan ke arah yang lebih baik, maka jajaran direksi berniat baik untuk melakukan retrukturisasi. Nantinya di InfoBank bakal ada SBU (strategis bussines unit) dan SU (supporting unit). Singkatnya setiap SBU memiliki masing-masing manajemen yang akan memprovide kebutuhan SBU itu. Masing-masing SBU diharapkan 'kreatip' dalam menghasilkan uang. Nantinya, setiap keuntungan yang didapat oleh SBU akan langsung masuk ke kantong masing-masing anggota SBU. Baru kemudian diserahkan kepada jajaran direksi yang hanya bertugas sebagai wasit.
Semangatnya sih oke. Tapi apakah retrukturisasi ini bakal dijalankan? itu yang harus kita tunggu. Tanggal 26-28 Januari 2008 nanti akan ada Raker dan Outbond untuk semakin memantapkan rencana ini. Gue harap sih dengan adanya retrukturisasi bakal ada perubahan di InfoBank, baik dari segi kesejahteraan, lingkungan kerja, termasuk kesempatan mengembangkan diri. Sebab, terus terang, dengan situasi yg kayak sekarang, gue ngerasa stuck n tidak bisa menngembangkan potensi.
Satu lagi, dengan adanya retrukturisasi, ada perubahan2 yang terjadi. sebenarnya sih lebih ke kenaikan jabatan. Tapi, sebenernya hal itu sudah bisa diprediksi sebelumnya. Toh, orang yg dapet promosi pun itu2 saja. he... sukses ya memegang jabatan baru.

Monday, December 3, 2007

Dulu Kicir-kicir, kemaren Rasa sayange, sekarang Reog



Kalo udah ngomongin Malaysia yang suka nginjak bangsa Indonesia emang ga ada abis-abisnya. Ingat peristiwa rela beberapa tahun lalu? tindakan RELA (milisi sipil yang bertugas melakukan pengusiran para pendatang haram di Malaysia) yang bertindak kurang ajar bahkan hingga memperkosa sejumnlah perempuan Indonesia. Dari dulu gue pribadi emang ga suka ama Malaysia. Entah kenapa kayaknya tuh negara nginjak-nginjak Indonesia banget. Dari mulai pulaulah di klaim punyanya dia, kayu-kayu Indonesia dicuri (ilegal logging), TKI disiksa, kebudayaan Indonesia pun diakuin sebagai budaya dia, sampai rendang pun disebut makanan khas Malaysia. What?!!!
Yang konyolnya, Kedubes Malaysia untuk Indonesia, menjelaskan bahwa Indonesia dan Malaysia itu serumpun jadi kebudayaannya hampir sama. pliss deeehhh. Rasa sayange itu dari Ambon dan Reog Ponorogo dari Jatim, keduanya itu kebudayaan dari Indonesia bagian timur. Serumpun dari mananya? Kalau kebudayaan dari Sumatra diaku-aku (itu juga nyolong) masih bisa dimengerti dengan alasan serumpun. Tapi, ambon? Yang bener ajaaaa!!!!!
Tapi, kesalahan memang bukan dipihak Malaysia semua? kalau ditilik, pemerintah Indonesia kacau balau dalam mendata base kebudayaan Indonesia. Mereka kayaknya ga pernah berkoar-koar kayak Malaysia kalau Reog ponorogo itu kebudayaan Indonesia. Apalagi hak paten dan hak intelektual di negara tersayang Indonesia ini masih nol besar. Ditambah lagi, kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya juga masih sangat rendah. Alhasil, Malaysia dengan mudahnya bisa mencuri kebudayaan Indonesia dan diklain sebagai kebudayaannya sendiri.



Contoh sederhananya begini, dengar-dengar Malaysia akan mengimpor orang Indonesia untuk ngajarin angklung di sana. Kabarnya, gaji pengajar angklung ini gede. Hanyadengan ngajarin angklung doang, mereka dah bisah idup enak di sana. Coba kita liat di sini (Indonesia), angklung dimasukin ke kurikulum nasional aja nggak (CMIIW). Palingan, hanya anak-anak dari daerah jawa barat doang yang (barangkali) dapet pengajaran angklung. Sedih kan?
Jawaban simplenya, "Indonesia kan luas, pasti alat musiknya juga banyak. Kalau mesti diajarkan satu-satu di seluruh nusantara perlu biaya besar." Yah, paling enggak, kalo ga punya duit buat infrastruktur lantaran alat musik tradisional kita emang banyak banget, bisa dibuat sebuah database yang berisi sekedar informasi yang berisi sejarah instrumen, asal instrumen, karakter suara, range suara, sama gambarnya. Itu doang juga udah lumayan lah. Dan tentunya semua kesenian juga dimasukin, kayak tari, pencak silat, dsb. Paling nggak, ketika ada bangsat, eh bangsa laen yang ngeklaim, sedikit banyak kita punya bukti buat ngajuin tuntutan.

Itu sih uneg2 eneg dari gue doang. Kalo ga gini, jangan sedih kalo ada negara lain yang melakukan tindakan serupa kayak Malingsya. Daripada protes ketika budaya kita udah diambil, jauh lebih baik kalo kita mencegah. Kalo nggak gini, jangan2 ntar budaya kita bener2 dicomot semua sama Malingsya dengan template alasan "satu rumpun". Mulai dari Rasa Sayange, lagu minang Indang Giriang apaa gitu (gue lupa judulnya), kini Reog Ponorogo, ntar jangan2 Bengawan Solo diaku2in juga. Sama Srimulat juga diembat (diadopsi jadi Srimulay). Sekalian aja tuh ambil gado-gado, ketoprak (entah itu seni pertunjukan ataupun makanan), asinan bogor (baik buah maupun sayur), taman topi, monas, busway, ato kalo perlu Bank Indonesia sekalian diklaim sama departemen ekonomi nya Malaysia. $#@&?

Jika tidak ingin terus dilecehkan Malaysia, Indonesia harus punya harga diri dan tindakan yang tegas. Salah satunya adalah membangun angkatan persenjataan yang kuat. Selain itu, pemerintah SBY harus tegas, jangan seperti sekarang ini yang menurut kesan kami terlalu hati-hati, bahkan penakut. Itu diketahui oleh pemerintah Baidawi. Sebab itu mereka berani untuk terus melecehkan orang-orang Indonesia.